- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Greenpeace Daftarkan Gugatan Intervensi dalam Perkara Kabut Asap di Sumsel
PALEMBANG –Setelah serangkaian
proses mediasi, Pengadilan Negeri Palembang menggelar agenda pembacaan gugatan yang
diajukan 11 warga Sumatera Selatan (Sumsel) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH),
PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA
Wood Industries), tiga perusahaan penyuplai kayu di bawah kontrol Asia Pulp and
Paper (Grup Sinar Mas) yang ditengarai menyebabkan kabut asap akibat kebakaran
hutan dan lahan gambut di Sumsel.
“Pengadilan Negeri Palembang telah secara patut memanggil
pihak tergugat dalam sidang pertama dan kedua, tapi para tergugat tidak datang.
Pada sidang ketiga, hanya satu tergugat yakni PT BMH, yang menghadiri undangan
pengadilan. Selanjutnya para pihak juga telah melewati agenda mediasi yang
berlangsung selama 30 hari. Namun para tergugat tak menjawab resume mediasi
para penggugat, hingga proses mediasi berakhir dan berlanjut dengan pemeriksaan
pokok perkara,” kata Ipan Widodo, anggota tim kuasa hukum warga penggugat.
Dalam persidangan hari ini, kuasa hukum membacakan kerugian
materil dan imateril dari para penggugat akibat kabut asap karhutla. Nilai
kerugian materil berbeda-beda, merentang dari kisaran Rp200 ribu hingga Rp200
juta. Adapun kerugian imateril dari tiap penggugat nilainya mencapai Rp10
miliar. Kerugian imateril ini berangkat dari rasa sakit emosional para
penggugat serta hilangnya hak atas kesehatan dan udara bersih–yang membuat
mereka tak mampu beraktivitas secara normal akibat kabut asap.
Baca Lainnya :
- JATAM Desak Mabes Polri Bongkar Kasus Juanda Lesmana, Bos Batu Bara KPUC di Kaltara 0
- Pertamina Raih Penghargaan Investing on Climate Editor’s Choice Award 20240
- Belantara Foundation-APPJ Promosikan Program Pemulihan Hutan di Pameran SDGs Week-EcoPro 2024 Tokyo 0
- Peduli Lingkungan, BRI Gelar Pelatihan Optimalisasi Pengelolaan Sampah Ekonomis Berbasis Masyarakat0
- Perubahan Iklim Meningkatkan Kecepatan Angin Badai dan Risiko Kerusakan0
Setelah persidangan, Greenpeace Indonesia juga mendaftarkan
permohonan menjadi penggugat intervensi dalam perkara gugatan kabut asap
tersebut. Permohonan ini merupakan salah satu bentuk aksi nyata dan solidaritas
Greenpeace Indonesia untuk warga korban kabut asap yang berjuang mendapatkan
keadilan.
“Melalui gugatan intervensi ini, kami ingin menyuarakan
lebih kencang di ruang pengadilan tentang pentingnya pemulihan bagi korban
kabut asap akibat karhutla. Ketiga korporasi penyebab kabut asap telah
merugikan masyarakat dan negara, serta memicu kerusakan lingkungan hidup dan
dampak iklim yang memperburuk kondisi Bumi. Negara semestinya menghukum mereka
bukan hanya untuk mengganti kerugian warga, tapi juga memulihkan kerusakan
lingkungan yang terjadi,” ujar Kiki Taufik, Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia
Greenpeace.
Konsesi perusahaan kayu PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood
Industries berada di ekosistem Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai
Lumpur (KHG SSSL). Alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman
industri (HTI) jelas berdampak mengikis keanekaragaman hayati dan cadangan
karbon, yang ujungnya berdampak memperparah pemanasan global.
Alih fungsi lahan untuk tanaman monokultur ini pula yang
merusak ekosistem, sebab acapkali perusahaan mengeringkan gambut dengan
membangun kanal. Walhasil, ekosistem gambut rentan terbakar. Dalam kurun
2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu
hektare, atau setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL. Dari
angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi
dalam periode 2015-2020. Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175
ribu hektare.
Dari temuan tersebut, Greenpeace Indonesia menilai bahwa
aktivitas usaha PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries merupakan salah satu
sumber pencemar signifikan untuk kualitas udara dan ekosistem wilayah KHG SSSL.
Selain berimbas ke kesehatan publik, aktivitas perusahaan hingga kabut asap
karhutla dari konsesi mereka pun berkontribusi besar terhadap krisis iklim.
“Emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap jelas menghambat upaya penurunan
emisi, bahkan menggagalkan target iklim pemerintah Indonesia,” kata Kiki
Taufik.
Senyampang proses litigasi yang berjalan, dukungan dari
berbagai pihak terus mengalir untuk warga penggugat kasus kabut asap. Selepas
persidangan hari ini, belasan orang dari kelompok mahasiswa dan komunitas di
Sumatera Selatan membentangkan banner bertuliskan “Belum Merdeka dari Asap”.
“Dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting dan berarti
bagi kami, warga Sumsel yang berjuang melawan asap, khususnya bagi para
penggugat. Banyaknya teman-teman muda yang turut bersolidaritas menjadi bukti
bahwa perjuangan melawan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut
adalah perjuangan untuk masa depan,” ucap Kartika Lestari dari Komunitas
Rawang. (end)