Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara

By PorosBumi 20 Des 2024, 10:37:44 WIB Nadi Negeri
Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara

JAKARTA – Ketua Umum Pandutani Indonesia (Patani) Sarjan Tahir mengapresiasi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi, sebagai salah satu bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery).

Menurut Sarjan, selain hal itu sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dengan UU No.7 tahun 2006, pemaafan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi juga dipandang tepat dan diyakini efektif untuk memulihkan keuangan negara. ”Inti korupsi itu kan merugikan keuangan negara, dan ini harus dikembalikan agar pemulihan keuangan negara bisa maksimal dilakukan,” kata Sarjan di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Sarjan berpandangan, pernyataan yang dilontarkan Presiden Prabowo tentu sudah sangat terukur dan tidak asal bicara. Dan terhadap pelaku korupsi yang dengan kesadaran tinggi mengembalikan uang negara, tentu tetap akan ada langkah-langkah hukum lebih lanjut sesuai dengan aturan-aturan berlaku, seperti pemberian abolisi dan amnesti sebagaimana kewenangan Presiden, sebagai kepala negara.

Baca Lainnya :

Sarjan juga tak menampik, cara-cara pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama penghukuman fisik yang dilakukan selama ini terhadap para pelaku korupsi, tidak membuat praktik korupsi berkurang tapi semakin meningkat, bahkan sampai ke simpul-simpul aparat penegak hukum, hakim, jaksa, KPK, kepolisian, MA dan lain-lain.

“Makanya perlu cara baru yang lebih efektif. Namun sekali lagi, intinya bagaimana uang yang dikorupsi bisa dikembalikan kepada negara, dan nantinya bisa digunakan untuk kepentingan negara dan memberi manfaat lebih luas bagi masyarakat,” tandas Sarjan.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang yang telah dicuri dari negara. Jika koruptor mengembalikan apa yang mereka curi, Prabowo menyebut mungkin saja mereka akan dimaafkan. Prabowo menyampaikan itu saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).

"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar Prabowo seperti ditayangkan dalam YouTube Setpres, Kamis (19/12/2024).

Prabowo mengatakan, pemerintah akan memberi kesempatan kepada koruptor mengembalikan hasil curiannya. Dia menyebutkan, pengembalian hasil curian bisa dilakukan secara diam-diam supaya tidak ketahuan. "Nanti kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak ketahuan. Mengembalikan loh ya, tapi kembalikan," jelasnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi, menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.

"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan Konvensi tersebut, Namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/12).

"Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara (asset recovery)," imbuh Yusril.

Yusril kembali mengutip, pernyataan Presiden Prabowo yang mengatakan bahwa orang yang diduga melakukan korupsi, orang yang sedang dalam peroses hukum karena disangka melakukan korupsi dan orang yang telah divonis karena terbukti melakukan korupsi dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.

"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata Yusril.

"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat," papar Yusril.

Selanjutnya, pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, dipersilahkan meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak akan mengulangi praktik korupsi lagi. Dengan demikian usahanya tidak tutup atau bangkrut. Negara tetap dapat pajak, tenaga kerja tidak nganggur, pabrik-pabrik tidak jadi besi tua dan seterusnya. “Jadi penegakan hukum dalam menangani korupsi harus dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan bertujuan hanya untuk memenjarakan pelakunya,” kata Yusril.

Presiden Prabowo sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, lanjut Yusril, memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi. Sesuai amanat konstitusi, sebelum memberikan amnesti dan abolisi, Presiden akan meminta pertimbangan DPR. Sebagai pembantu-pembantu Presiden, para menteri siap memberikan penjelasan ke DPR jika nanti Presiden telah mengirim surat meminta pertimbangan.

"Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan apa yang beliau ucapkan di Mesir, terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," jelas Yusril.

Ia mengungkapkan, Kementerian Koordinator Kumham Imipas sejak sebulan yang lalu telah mengoordinasikan rencana pemberian amnesti dan abolisi, termasuk terhadap kasus-kasus korupsi. Langkah ini merupakan bagian dari rencana pemberian amenesti kepada total 44.000 narapidana yang sebagian besar merupakan narapidana kasus narkoba. Khusus untuk narapidana kasus korupsi, ada beberapa syarat yang sedang dibahas.

"Hal-hal yang sedang dikoordinasikan itu antara lain terkait dengan perhitungan berapa besar pengembalian kerugian negara yang diduga atau telah terbukti dikorupsi, termasuk pula pengaturan teknis  pelaksanaan dalam pemberian amnesti dan abolisi tersebut. Ini perlu koordinasi yang sungguh-sungguh,” pungkas Yusril. (hendri irawan)

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment