- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
JAKARTA – Ketua Umum Pandutani Indonesia (Patani) Sarjan
Tahir mengapresiasi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan
koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi, sebagai salah satu bagian dari
strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara
(asset recovery).
Menurut Sarjan, selain hal itu sejalan dengan United Nation
Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dengan UU No.7 tahun
2006, pemaafan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi juga dipandang tepat
dan diyakini efektif untuk memulihkan keuangan negara. ”Inti korupsi itu kan merugikan
keuangan negara, dan ini harus dikembalikan agar pemulihan keuangan negara bisa
maksimal dilakukan,” kata Sarjan di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Sarjan berpandangan, pernyataan yang dilontarkan Presiden
Prabowo tentu sudah sangat terukur dan tidak asal bicara. Dan terhadap pelaku
korupsi yang dengan kesadaran tinggi mengembalikan uang negara, tentu tetap akan ada langkah-langkah
hukum lebih lanjut sesuai dengan aturan-aturan berlaku, seperti pemberian
abolisi dan amnesti sebagaimana kewenangan Presiden, sebagai kepala negara.
Baca Lainnya :
- KKP Setop PMA Pembangunan Jetty Ilegal di Morowali0
- KPA Mengutuk Penyerangan dan Kekerasan Berulang Terhadap Warga Rempang0
- Daftar Negara yang Menjadikan Bitcoin sebagai Aset Cadangan Masa Depan0
- Pertamina Perkuat Posisi di Pasar Karbon Indonesia0
- Hattrick! Dirut PLN Darmawan Prasodjo Kembali Dinobatkan Jadi CEO Of The Year 20240
Sarjan juga tak
menampik, cara-cara pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama
penghukuman fisik yang dilakukan selama ini terhadap para pelaku korupsi, tidak
membuat praktik korupsi berkurang tapi semakin meningkat, bahkan sampai ke
simpul-simpul aparat penegak hukum, hakim, jaksa, KPK, kepolisian, MA dan
lain-lain.
“Makanya perlu cara baru yang lebih efektif. Namun sekali lagi,
intinya bagaimana uang yang dikorupsi bisa dikembalikan kepada negara, dan
nantinya bisa digunakan untuk kepentingan negara dan memberi manfaat lebih luas
bagi masyarakat,” tandas Sarjan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta kepada
koruptor untuk mengembalikan uang yang telah dicuri dari negara. Jika koruptor
mengembalikan apa yang mereka curi, Prabowo menyebut mungkin saja mereka akan
dimaafkan. Prabowo menyampaikan itu saat bertemu mahasiswa Indonesia di
Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya
dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para
koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan
yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar
Prabowo seperti ditayangkan dalam YouTube Setpres, Kamis (19/12/2024).
Prabowo mengatakan, pemerintah akan memberi kesempatan
kepada koruptor mengembalikan hasil curiannya. Dia menyebutkan, pengembalian
hasil curian bisa dilakukan secara diam-diam supaya tidak ketahuan. "Nanti
kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak
ketahuan. Mengembalikan loh ya, tapi kembalikan," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM,
Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan, pernyataan
Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang
yang dikorupsi, menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam
penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan
datang.
"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan
pengaturan UN Convention Againts Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi
dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita
berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan Konvensi tersebut, Namun
kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,”
kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/12).
"Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai
pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan
pemulihan kerugian negara (asset recovery)," imbuh Yusril.
Yusril kembali mengutip, pernyataan Presiden Prabowo yang
mengatakan bahwa orang yang diduga melakukan korupsi, orang yang sedang dalam
peroses hukum karena disangka melakukan korupsi dan orang yang telah divonis
karena terbukti melakukan korupsi dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar
mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan
efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif
dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa
manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya
menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata Yusril.
"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset
hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa
dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak
manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau
uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk
ke APBN untuk mensejahterakan rakyat," papar Yusril.
Selanjutnya, pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, dipersilahkan
meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak akan mengulangi praktik
korupsi lagi. Dengan demikian usahanya tidak tutup atau bangkrut. Negara tetap
dapat pajak, tenaga kerja tidak nganggur, pabrik-pabrik tidak jadi besi tua dan
seterusnya. “Jadi penegakan hukum dalam menangani korupsi harus dikaitkan
dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan
bertujuan hanya untuk memenjarakan pelakunya,” kata Yusril.
Presiden Prabowo sebagai kepala pemerintahan dan kepala
negara, lanjut Yusril, memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi
terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi. Sesuai amanat
konstitusi, sebelum memberikan amnesti dan abolisi, Presiden akan meminta
pertimbangan DPR. Sebagai pembantu-pembantu Presiden, para menteri siap
memberikan penjelasan ke DPR jika nanti Presiden telah mengirim surat meminta
pertimbangan.
"Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan
apa yang beliau ucapkan di Mesir, terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu
kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan
mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," jelas Yusril.
Ia mengungkapkan, Kementerian Koordinator Kumham Imipas
sejak sebulan yang lalu telah mengoordinasikan rencana pemberian amnesti dan
abolisi, termasuk terhadap kasus-kasus korupsi. Langkah ini merupakan bagian
dari rencana pemberian amenesti kepada total 44.000 narapidana yang sebagian
besar merupakan narapidana kasus narkoba. Khusus untuk narapidana kasus
korupsi, ada beberapa syarat yang sedang dibahas.
"Hal-hal yang sedang dikoordinasikan itu antara lain
terkait dengan perhitungan berapa besar pengembalian kerugian negara yang
diduga atau telah terbukti dikorupsi, termasuk pula pengaturan teknis pelaksanaan dalam pemberian amnesti
dan abolisi tersebut. Ini perlu koordinasi yang sungguh-sungguh,” pungkas
Yusril. (hendri irawan)