- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Kembalinya Candi Lumbung ke Desa Sengi
GUNUNG Merapi merupakan gunung api
paling aktif di Indonesia pada saat ini lantaran mengalami erupsi tiap 2--5
tahun sekali. Letusan Merapi selalu diwaspadai karena memuntahkan jutaan ton
material vulkanik dari perutnya dan acap menimbulkan banjir lahar dingin yang
menerjang dan merusak desa-desa di sekitar alirannya.
Banjir lahar dingin Merapi bukan saja menjadi ancaman bagi
masyarakat karena dapat merusak bangunan, memutus akses jalan dan jembatan, dan
menghancurkan lahan pertanian serta perkebunan warga. Peristiwa alam tersebut
juga berpotensi sebagai ancaman bagi benda-benda peninggalan masa lampau yang
letaknya tak jauh dari aliran lahar dingin.
Salah satunya adalah Candi Lumbung yang menjadi tempat
peribadatan umat Hindu di sekitar Merapi. Mengutip website Pemerintah Kabupaten
Magelang dijelaskan bahwa Candi Lumbung kemungkinan merupakan pendharmaan bagi
Bathara di Salingsingan yang ditunjukkan dengan jenis persembahan khususnya
berupa payung emas yang diberikan oleh Rakai Kayuwangi.
Baca Lainnya :
- Lebih Baik Menjaga Mata Air, Daripada Meneteskan Air Mata0
- Akhir Pekan, Ajak Anak Bertani dan Beternak di Desa Wisata Gamol0
- DIY Kembangkan Model Desa Budaya Berwirausaha0
- Kampoeng Dolanan Nusantara Borobudur Sajikan Wisata Angklung0
- Alunan Budaya Desa Pringgsela Gelar Peragaan Busana di Sawah0
Lokasi candi yang telah berdiri sejak abad ke-9 Masehi
tersebut ada di sebelah barat aliran Sungai Pabelan, tepatnya di Desa Sengi,
Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Dalam buku
Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch Indie terbitan 1914,
di candi ini tercatat ada tiga arca Ganesha dan dua buah lingga. Namun arca dan
lingga itu kini sudah tidak ada di kompleks Candi Lumbung ini.
Candi Lumbung semula letaknya sekitar 3 meter dari bibir
Sungai Pabelan. Akibat diterjang banjir lahar dingin hingga berulang kali pada
2010, mengancam keberadaan candi tersebut. Pasalnya, aktivitas banjir lahar
dingin ini telah menggerus bibir Sungai Pabelan dan membuat posisi candi
tinggal berjarak 50 sentimeter saja dari tebing aliran sungai. Kendati sempat
diperkuat oleh talut untuk menahan tebing agar tidak longsor, sayangnya upaya
itu kalah oleh kekuatan alam.
Sejatinya, di sekitar Candi Lumbung masih terdapat 2
bangunan serupa yakni Candi Asu dan Candi Pendem. Hanya saja, posisi kedua
bangunan tadi masih lebih aman dibandingkan Candi Lumbung. Demi menyelamatkan
situs bersejarah tersebut, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCP) Provinsi
Jawa Tengah pada September 2011 memindahkannya ke Dusun Tlatar, Desa
Krogowanan, Kecamatan Sawangan.
Pihak BPCB Provinsi Jateng sampai harus menyewa lahan milik
warga dalam proses pemindahan candi supaya tetap aman dan tidak rusak atau
hilang tergerus banjir lahar dingin. Candi Lumbung terdiri dari 32 lapisan batu
dengan bagian tengah bangunan memiliki rongga berupa lubang selebar 120
sentimeter dan merupakan ruang dalam candi. Tepat di bagian bawah rongga
terdapat fondasi berupa batu susun 8 setinggi 3,5 meter dengan lubang di
tengahnya yang berfungsi sebagai resapan air.
Proses pemindahan candi melibatkan ahli arkeologi dalam
menyusun ulang bebatuannya yang seluruhnya dikerjakan secara manual. Saat
proses pemindahan terjadi, para pekerja sempat menemukan tulang belulang
makhluk herbivora berupa rahang atas, gigi, lengan, dan kaki belakang yang
berada di bawah bangunan candi. Kegiatan pemindahan berakhir di awal 2012 dan
sejak itu Candi Lumbung dapat kembali digunakan sebagai tempat peribadatan.
Agar terhindar dari terpaan abu vulkanik ketika Merapi
erupsi untuk melindungi tubuh candi sebagai cagar budaya, pihak BPCB Provinsi
Jateng telah menyiapkan plastik raksasa warna putih. Sehingga Ketika Merapi
erupsi, plastik-platik raksasa tadi menjadi selimut superbesar bagi bangunan
candi. Hanya butuh waktu 11 tahun bagi Candi Lumbung berada di
"pengungsian" ketika pihak BPCB Provinsi Jateng pada 2023 memutuskan
untuk mengembalikan lagi posisi Candi Lumbung ke Desa Sengi.
Ketua Tim Pemindahan Bangunan Candi Lumbung BPCB Provinsi
Jateng Eri Budiarto seperti dikutip Antara menjelaskan, proses pemindahan
bangunan Candi Lumbung ke lokasi semula telah dilakukan sejak 10 Juli 023 lalu.
Ia menyampaikan pengembalian bangunan Candi Lumbung ke Desa Sengi, bukan ke
tempat semula di pinggir Sungai Pabelan. Tetapi dipindah ke arah timur dekat
Candi Asu. "Kami melakukan doa bersama, pemasangan perancah, persiapan
lahan di lokasi baru," katanya.
Pengembalian bangunan candi tersebut, karena lahan yang
ditempati di Tlatar milik warga dan harus sewa. Selain itu, katanya pemindahan
candi itu atas permintaan masyarakat Desa Sengi. Lokasi baru menempati tanah
kas desa dan tidak harus menyewa. Proses pemindahan dilakukan dalam 2 tahap
melibatkan sekitar 30 pekerja di antaranya ahli arkeologi dari Balai
Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X dibantu warga sekitar.
Menurut Eri, sebanyak 75 persen bebatuan Candi Lumbung masih
dipertahankan dan sisanya harus diganti dengan batu baru terutama pada bagian
pondasi untuk keamanan pengunjung. Untuk bagian tubuh sampai atap, batu kulit
candi masih banyak yang belum ditemukan sehingga tidak bisa dipasang. Batu
kulit itu dikhawatirkan Eri hilang pada saat terjadi bencana, misalnya
batu-batu tersebut terkena erupsi Merapi jatuh ke sungai dan hilang.
Prosesi pemindahan Candi Lumbung berukuran 8,5 meter x 8,5
meter dan ketinggian 7--8 meter ke Desa Sengi berlangsung cukup melelahkan
karena dilakukan tanpa bantuan peralatan modern. Lokasi baru Candi Lumbung di
Desa Sengi berada tak jauh dari Candi Asu dan Candi Pendem. Tepat pada 18
Oktober 2024, digelar upacara keagamaan secara Hindu yang dipimpin oleh pemuka
agama setempat yakni Ida Pedanda Gede Dwaja Tembuku, Ida Pedanda Gede Karang
Kerta Udyana, dan Ida Pedanda Gede Intaran Krama.
Eri selaku Koordinator Pemindahan Candi Lumbung menceritakan
proses pemindahan cukup rumit. Dia menyebut, kalau dijalankan dengan
berkelanjutan itu 1 tahun bisa selesai. Tapi karena program anggaran meminta
agar kegiatan itu harus dilakukan secara dua tahap. Selain itu dengan ukuran
dan beban berat setiap batuan dengan dimensi panjang dan lebar masing-masing
50--60 cm dan ketebalan bervariasi 30--40 cm, menimbulkan tantangan apalagi
peralatan yang dipakai harus menggunakan material kayu.
Kini, masyarakat Desa Sengi sudah bisa menyaksikan Kembali
Candi Lumbung yang sempat "berpindah" demi menyelamatkan diri gerusan
banjir lahar dingin Merapi.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf
Sumber: Indonesia.go.id