- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Panen Air Hujan sebagai Sumber Air Bersih
AIR hujan sering dianggap kotor,
asam dan tidak layak sehingga seringkali dibuang begitu saja. Komunitas Banyu
Bening dari Yogyakarta mengubah anggapan itu. Mereka membuktikan bahwa air
hujan bisa diolah menjadi air bersih untuk keperluan sehari-hari. Bahkan bisa
diminum.
Inovasi menggunakan teknologi sederhana untuk mengolah air
hujan menjadi air bersih ini dilakukan Banyu Bening di tengah banyaknya krisis
air yang melanda setiap daerah. Laporan Bank Dunia menyebutkan, Indonesia akan
mengalami krisis air bersih pada tahun 2040.
Krisis air bersih terjadi ketika sumber air semakin sedikit
sementara laju pertumbuhan penduduk semakin banyak. Krisis air dipicu berbagai
faktor seperti perubahan iklim, polusi sungai dan air tanah, ketersediaan air
tanah semakin menipis, penggunaan air berlebihan dan lain-lain.
Baca Lainnya :
- CPA Australia Luncurkan Panduan untuk Mendukung UMKM Indonesia Naik Kelas0
- WeTV Original Main Api Pecahkan Rekor MURI, Trending di 32 Negara dan Ditonton 60 Juta Kali0
- Menuju Tuhan melalui Pengetahuan dan Tindakan0
Keresahan akan krisis air bersih ini membuat Komunitas Banyu
Bening yang didirikan Sri Wahyuningsih (57) bergerak untuk mencari solusi. Yu
Ning, sapaan akrab Sri Wahyuningsih, merintis pemanfaatan air hujan ini sejak
tahun 2012 bersama beberapa warga di desanya, Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik,
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Hingga saat ini Banyu Bening terus konsisten mengampanyekan
air hujan sebagai solusi krisis air. “Kami bergerak karena dipicu oleh fakta
kenapa sih makin ke sini kok makin banyak orang kesulitan air bersih. Ini butuh
solusi loh. Bagaimana caranya agar masyarakat bisa mengakses air bersih secara
mudah dan gratis. Lalu kemudian kami berpikir bahwa (solusi dari) ini adalah
air hujan,” tutur Yu Ning.
Yu Ning merupakan salah satu penerima penghargaan KEHATI
Award 2024 untuk kategori Climate Change. Ia terpilih di antara 39 kandidat
lainnya dari seluruh daerah di Indonesia. Dewan Juri KEHATI Award menganggap
Banyu Biru mampu mencari solusi dan memitigasi dampak perubahan iklim. Salah
satu dampak perubahan iklim adalah berkurangnya air bersih.
Banyu Biru juga mampu meningkatkan gerakan mereka ke
daerah-daerah lain. Kini sudah banyak daerah yang memanfaatkan air hujan
sebagai air bersih. Dewan Juri juga menganggap invoasi yang dilakukan
menggunakan peralatan sederhana ini mampu dilakukan oleh masyarakat luas
sehingga sangat berdampak.
Mengubah Pola Pikir
Gagasan Yu Ning untuk memanfaatkan air hujan juga dipicu
oleh banyaknya bencana hidrometeorologi di Indonesia. Saat musim hujan banyak
terjadi bencana banjir dan di sisi lain, ketika musim kemarau tiba, kekeringan
terjadi di mana-mana. Sebagai negara dua musim Indonesia memiliki rata-rata
curah hujan yang tinggi 2.000 – 3.000 milimeter per tahun.
Yu Ning kemudian bergerak mengajak warga di dusunnya untuk
memanfaatkan air hujan yang melimpah sebagai sumber air bersih. Ia tergerak
karena edukasi terhadap masyarakat tentang potensi air hujan masih sangat
minim. Air hujan yang telah dimanfaatkan untuk diminum oleh warga. Air hujan telah
diproses dengan metode elektrolisa dan sudah bisa diakses gratis oleh warga
sekitar.
Pertambahan jumlah penduduk tentu akan meningkatkan
kebutuhan air minum. Ia berpikir, jika masyarakat terus-terusan mengandalkan
air tanah apalagi air minum dalam kemasan tentu membutuhkan biaya tinggi. Belum
lagi beresiko merusak lingkungan akibat sampah air dalam kemasan.
“Tantangan terbesar yang dihadapi adalah mengubah mindset
masyarakat yang masih menganggap air hujan itu kotor, asam dan tidak layak.
Masyarakat masih sangat bergantung pada air tanah dan belum percaya dengan air
hujan,” kata Yu Ning.
Untuk meyakinkan masyarakat umum, hasil tampungan air hujan
yang telah diproses dengan metode elektrolisa ini bisa diakses gratis oleh
warga sekitar. Proses elektrolisa ini memisahkan air yang bersifat basa dan
asam. Air basa bisa untuk diminum, sedangkan air asam digunakan untuk
antiseptik non alkohol.
Yu Ning mengatakan, hal pertama dilakukan untuk mendapatkan
air bersih yang bersumber dari hujan adalah bagaimana menjaga higienitas air
itu ketika dikonsumsi. Higienitas itu harus dilakukan mulai dari hulu, yaitu
tempat penampungan air hujan. “Kita memberikan contoh bagaimana membuat tempat
penampungan yang bersih,” kata Yu Ning.
Ia berkeyakinan air hujan itu sebenarnya merupakan air
bersih, hanya saja media aliran yang dilalui air hujan itu yang membuat kotor,
seperti genteng, talang atau kondisi udara kita. Keyakinan ini dibuktikan
dengan serangkaian uji laboratorium untuk mengambil sampel air hujan di wilayah
berbeda. Hasilnya mengejutkan, ternyata air hujan itu mengandung sedikit bahan
pencemar.
Sekolah Air Hujan
Untuk mengampanyekan gerakan memanen air hujan ini, Yu Ning
kemudian mendirikan Sekolah Air Hujan Banyu Bening. Dengan adanya sekolah ini,
ia mengajarkan warga sekitar untuk mengelola dan mengolah air hujan. Sekolah
itu juga membuka kesempatan bagi siapapun untuk belajar memanfaatkan air hujan.
Di Sekolah Air Hujan Banyu Bening, Yu Ning mengajarkan cara
menampung air secara manual. Ia menerapkan prinsip “saat yang tepat dan cara
yang tepat”. Saat yang tepat dilakukan dengan memilih waktu yang tepat untuk
menampung air hujan.
Selesai kemarau panjang, polutan di utara atau di atap rumah
cenderung tinggi. Untuk itu jangan langsung menampung air hujan saat hujan
pertama dan kedua kalinya turun. Lakukan penampungan air hujan saat hujan
ketiga turun. Adapun saat musim hujan, diwajibkan untuk menampung air setelah
hujan berlangsung selama 5-10 menit untuk menghilangkan polutan yang menempel
di sepanjang aliran air hujan.
Yu Ning juga mengajarkan pengelolaan air hujan kepada
ibu-ibu. Peran Perempuan dalam mengelola air ini sangat penting karena mereka
menjadi ujung tombak rumah tangga, termasuk dalam pengelolaan air. Ketika
terjadi krisis air, biasanya perempuan menjadi korban utama karena mereka harus
jauh dari rumah untuk mencari air.
Seiring berjalannya waktu, Yu Ning memanfaatkan teknologi
Gama Filter Rain, yaitu alat penampung air hujan karya Agus Maryono, dosen
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Gama Rain Filter bekerja dengan cara
menyaring air hujan melalui instalasi pipa serta filter yang disusun sedemikian
rupa. Air hujan yang keluar dari alat ini telah aman dari segala polutan dan
siap dikonsumsi.
Untuk menjaga baku mutu air bersih yang dihasilkan dari
hujan, Banyu Bening rutin melakukan serangkaian uji coba laboratorium, seperti
tingkat keasaman dan bebas bakter e-coli. Selain itu Banyu Bening juga memantau
parameter fisika dan kimia air melalui pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Gerakan kesadaran untuk memanfaatkan air hujan juga
dilakukan Yu Ning melalui wadah kesenian di Sanggar Banyu Bening. Sanggar ini
mewadahi anak-anak maupun dewasa. Setiap tahun mereka rutin menggelar
arak-arakan kesenian untuk mensyukuri hujan.
Komunitas Banyu Bening kini telah memiliki jejaring di
seluruh Indonesia. Menurut Yu Ning, ia telah memiliki jaringan di banyak daerah
mulai dari Sabang sampai Merauke, antara lain ada di Bali, Ternate, Balikpapan,
Samarinda, Surabaya, Malang, Lumajang, Probolinggo, Lampung, Riau dan
lain-lain. Melalui jejaring inilah Yu Ning mengajak masyarakat untuk menerapkan
konsep 5 M yaitu Menampung, Mengolah, Meminum, Menabung dan Mandiri Air Hujan.
Tidak hanya memanfaatkan air hujan, Banyu Bening juga
mengajak masyarakat untuk mengembalikan air hujan ke dalam tanah. Mereka
mengistilahkannya dengan “menabung air”. Menabung air bisa dilakukan dengan
banyak cara, seperti menanam pohon, membuat biopori untuk halaman sempit.
Sedangkan untuk halaman luas, mereka membuat sumur resapan.
Sedangkan air tampungan yang tersisa bisa dimasukkan ke dalam sumur. “Tujuan dari menabung air adalah memitigasi
agar air tanah tidak hilang dan air hujan tidak menjadi sumber bencana di
mana-mana,” pungkas Yu Ning. (lusiana indriasari)