- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Putusan Sela MK dan Perintah Tidak Menerbitkan Peraturan Pelaksana yang Berkaitan UU KSDAHE
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI)
pada Kamis, 14 November 2024 mengeluarkan Putusan Sela Nomor
132-PS/PUU-XXII/2024 terkait Uji Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pada pertimbangan hukumnya, MK memandang perlu untuk
menjatuhkan putusan sela yang bertujuan untuk menunda pemeriksaan persidangan
permohonan pengujian formil yang diajukan oleh AMAN, WALHI, KIARA dan Mikael
Ane yang tergabung dalam Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan sampai dengan
selesainya persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala
Daerah Tahun 2024.
Pada pertimbangan hukumnya juga, MK memerintahkan kepada
pemerintah dan pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana yang
berkaitan dengan UU 32/2024 sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah
Konstitusi guna menghindari dampak yang lebih luas sebelum Mahkamah menilai
konstitusionalitas pengujian formil atas proses pembentukan Undang-Undang
KSDAHE.
Baca Lainnya :
- Bikin Ngeri, Polusi Plastik Ternyata Merusak Seluruh Sistem Bumi0
- Soal Serap Susu Peternak Lokal, Sirod HKTI: Jangan Cuma Main Ancam, Benahi!0
- Mengenal Pangea, Benua Purba Superbesar di Bumi 320 Juta Tahun Lalu0
- BNPP Dorong Pengembangan Simantipal Usai Sengketa RI-Malaysia Selesai0
- Mengawal 1 dari 7 Habits Prof. Abdul Mu’ti 0
MK memandang dalam perkara a quo putusan sela diperlukan
demi menghindari dampak-dampak yang akan timbul dari keberlakuan UU 32/2024
yang pemeriksaannya sedang diberhentikan sementara dan guna memberikan
kepastian hukum pada hak-hak konstitusional para Pemohon dan seluruh warga
negara.
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (Sekjen AMAN) Rukka Sombolinggi, bahwa dengan adanya Putusan Sela
Mahkamah Konstitusi (MK) ini artinya seluruh proses pembuatan di bawah
Peraturan KSDAHE harus dihentikan. “Dan saya menyerukan agar Pemerintah
mematuhi Putusan Sela ini, untuk segera menghentikan proses pembuatan peraturan
di bawah UU KSDAHE tersebut” ujar Rukka Sombolinggi.
Manajer Hukum dan Pembelaan WALHI, Teo Reffelsen
menyampaikan, Putusan Sela yang diucapkan oleh MK kemarin sejalan dengan
permohonan provisi yang mereka ajukan. “Karena jika Peraturan Pelaksana UU
KSDAHE dibentuk oleh Pemerintah atau pihak lain selama Proses Pengujian Formil
berlangsung, tidak menutup kemungkinan peraturan tersebut akan berdampak buruk
pada Masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) serta lingkungan hidup. Oleh
karenanya Pemerintah dan pihak lainnya yang berhubungan dengan UU ini tidak
boleh mengambil tindakan apapun yang membangkang pada putusan sela ini, sebelum
adanya putusan akhir.”
Sementara itu, Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan
Perikanan (KIARA), Susan Herawati, juga menekankan dalam putusan sela ini
sangat penting bagi pemerintah untuk menghentikan proses pembuatan peraturan di
bawah UU KSDAHE, mengingat terdapat setidaknya 10 (sepuluh) ketentuan norma
yang mendelegasikan pengaturan dalam UU 32/2024 untuk diatur lebih lanjut di
dalam Peraturan Pemerintah.
Sebelum ada putusan tetap dari MK, pengaturan lebih lanjut
dari UU 32/2024 ini justru dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan
Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang selama ini telah melakukan
praktik-praktik pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara komunal
yang berkelanjutan, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
“Pengujian formil ini membuktikan ke pemerintah sebagai
penyusun peraturan perundang-undangan untuk menjalankan asas Meaningfull
Participation (Partisipasi yang bermakna) dari Masyarakat Adat dan Komunitas
Lokal (MAKL), serta partisipasi yang bermakna tersebut tidak hanya diukur dari
kuantitas melainkan juga kualitas, serta diakomodirnya masukan dari MAKL dalam
proses pembentukan UU 32/2024 ini”.
Pada putusan yang sama MK juga mempertegas dalam konteks uji
formil ini syarat-syarat dalam uji formil telah dipenuhi oleh para pemohon.
Misalnya dalam konklusi, MK menyatakan dirinya berwenang mengadili permohonan
uji formil serta Permohonan yang diajukan oleh para pemohon tidak melewati
tenggang waktu pengajuan permohonan pengujian formil. Serta penegasan bahwa
Para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.