Menilik Kembali Isu Susu di Tahun 2024

By PorosBumi 09 Des 2024, 20:05:03 WIB Nadi Negeri
Menilik Kembali Isu Susu di Tahun 2024

JAKARTA - Sepanjang tahun 2024, sejumlah isu yang berkaitan dengan susu mendapat sorotan dan perhatian dari publik. Hal itu tidak terlepas dari keterkaitan topik susu dengan isu lainnya seperti sosial dan politik.

Sejak awal tahun misalnya, muncul program makan siang dan susu gratis, lalu saat ini sudah menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan janji pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Presiden (Pilpres). Program ini bertujuan untuk memberikan makanan bergizi dan susu kepada anak-anak sekolah serta santri di pesantren.

Mencuatnya program ini mendapat beragam respon dari masyarakat luas. Ada yang mendukung karena dinilai sebagai cara untuk pemenuhan gizi anak, sebagai salah satu langkah mempersiapkan Indonesia Emas 2045. Pasalnya, konsumsi susu per kapita di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata ASEAN, hanya mencapai sekitar 16,27 kg/kapita/tahun.

Baca Lainnya :

Maka dari itu program MBG dinilai perlu untuk meningkatkan konsumsi susu kepada anak-anak. Namun, program ini turut menghadapi tantangan besar. Salah satunya karena produksi susu lokal hanya mencapai sekitar 20% dari kebutuhan nasional dan membuat impor menjadi solusi yang mencuat.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika dalam satu kesempatan mengakui produksi susu dalam negeri tidak mampu mengimbangi kebutuhan. Maka diperlukan berbagai macam langkah untuk dapat memenuhi kebutuhan susu nasional. “Kondisi saat ini, hanya sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri,” ucap Putu.

Dia menyebut berbagai faktor menjadi penyebab rendahnya produksi susu di Indonesia. Mulai dari sedikitnya jumlah sapi perah hingga tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu. "Kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia, sekitar 592 ribu ekor," papar Putu.

Guna mengatasi hal tersebut, berbagai skema impor mencuat seperti impor 1,5 juta sapi dari India serta menggandeng investor asal Vietnam untuk memproduksi susu sesuai target kebutuhan. Investor asal Vietnam tersebut meminta lahan seluas 10.000 hektare untuk mendukung produksi susu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, saat ini baru ada 3.000 hektare lahan yang difungsikan untuk hal tersebut.

Di tengah ramainya isu impor susu untuk program MBG, muncul kabar tentang masuknya susu formula asal China bermerek Feihei. Kemunculan kabar tersebut membuat khawatir karena China memiliki rekam jejak yang buruk karena pernah ada skandal ditemukannya kandungan melamin pada sejumlah merek susu formula asal negeri tirai bambu.

Masih seputar susu impor, pada awal november, peternak susu sapi menggelar demo sembari melakukan aksi simbolis mandi susu di Tugu Susu Tumpah, Boyolali. Hal itu dilakukan karena adanya pembatasan kuota susu yang masuk ke pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) dan diduga akibat adanya kuota impor susu dari luar negeri.

Pemerintah pun akhirnya turun tangan untuk menjawab protes susu impor. Kementerian Pertanian bahkan sampai memblokir izin susu impor. Hal itu bertujuan agar susu produksi lokal dapat terserap IPS. Sebagai alternatif untuk menghadirkan susu yang murah, muncul ide penggunaan susu ikan (hidrolisat protein ikan) muncul. Inisiatif ini menghadapi tantangan karena masalah rasa, kualitas nutrisi, dan potensi risiko kesehatan dari produk ultra-proses.

Ahli menilai ekstrak protein ikan tidak termasuk dalam kategori susu. Berdasarkan CODEX Alimentarius yang merupakan standar, pedoman, dan kode praktik pangan internasional, susu adalah cairan yang keluar dengan normal dari hewan perah atau mamalia yang diperoleh dari pemerahan tanpa penambahan ekstraksi.

Kesalahan persepsi kental manis yang masih dianggap sebagai susu oleh sebagian masyarakat juga menjadi topik yang mencuat di tahun 2024. Kesalahan tersebut tidak terlepas dari promosi kental manis sebagai susu yang berlangsung selama ratusan tahun.

Guna memperbaiki kesalahan itu, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan aturan. Salah satunya adalah Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 atas perubahan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, produsen dilarang mempromosikan kental manis sebagai susu.

Meski begitu, aturan tersebut dinilai tidak optimal untuk mengatasi persoalan kental manis. Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKN menyebut perlu intervensi secara holistik. Kerja sama dari semua lembaga terkait perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. (end)

 

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment