- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Menilik Kembali Isu Susu di Tahun 2024
JAKARTA - Sepanjang tahun 2024, sejumlah isu yang berkaitan
dengan susu mendapat sorotan dan perhatian dari publik. Hal itu tidak terlepas
dari keterkaitan topik susu dengan isu lainnya seperti sosial dan politik.
Sejak awal tahun misalnya, muncul program makan siang dan
susu gratis, lalu saat ini sudah menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) yang
merupakan janji pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di
Pemilihan Presiden (Pilpres). Program ini bertujuan untuk memberikan makanan
bergizi dan susu kepada anak-anak sekolah serta santri di pesantren.
Mencuatnya program ini mendapat beragam respon dari
masyarakat luas. Ada yang mendukung karena dinilai sebagai cara untuk pemenuhan
gizi anak, sebagai salah satu langkah mempersiapkan Indonesia Emas 2045. Pasalnya,
konsumsi susu per kapita di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata ASEAN,
hanya mencapai sekitar 16,27 kg/kapita/tahun.
Baca Lainnya :
- Jelang Nataru 2024/2025, Pertamina Pastikan Kebutuhan Energi Nasional Aman0
- Mengapa Rezim Assad Runtuh di Suriah dan Terjadi Begitu Cepat0
- Menjadikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L) Sebagai Budaya Dalam Keseharian 0
- AHY Tegaskan Pemerintah Terus Tingkatkan Kenyamanan Transportasi Publik0
- Menelisik Jejak Jenderal Amerika Pimpin Perang Dunia II dari Bumi Papua0
Maka dari itu program MBG dinilai perlu untuk meningkatkan
konsumsi susu kepada anak-anak. Namun, program ini turut menghadapi tantangan
besar. Salah satunya karena produksi susu lokal hanya mencapai sekitar 20% dari
kebutuhan nasional dan membuat impor menjadi solusi yang mencuat.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) Putu Juli Ardika dalam satu kesempatan mengakui produksi susu
dalam negeri tidak mampu mengimbangi kebutuhan. Maka diperlukan berbagai macam
langkah untuk dapat memenuhi kebutuhan susu nasional. “Kondisi saat ini, hanya
sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri,” ucap Putu.
Dia menyebut berbagai faktor menjadi penyebab rendahnya
produksi susu di Indonesia. Mulai dari sedikitnya jumlah sapi perah hingga
tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu. "Kendala utama
dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih
sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia, sekitar 592 ribu ekor," papar
Putu.
Guna mengatasi hal tersebut, berbagai skema impor mencuat
seperti impor 1,5 juta sapi dari India serta menggandeng investor asal Vietnam
untuk memproduksi susu sesuai target kebutuhan. Investor asal Vietnam tersebut
meminta lahan seluas 10.000 hektare untuk mendukung produksi susu dalam program
Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, saat ini baru ada 3.000 hektare lahan yang
difungsikan untuk hal tersebut.
Di tengah ramainya isu impor susu untuk program MBG, muncul
kabar tentang masuknya susu formula asal China bermerek Feihei. Kemunculan
kabar tersebut membuat khawatir karena China memiliki rekam jejak yang buruk
karena pernah ada skandal ditemukannya kandungan melamin pada sejumlah merek
susu formula asal negeri tirai bambu.
Masih seputar susu impor, pada awal november, peternak susu
sapi menggelar demo sembari melakukan aksi simbolis mandi susu di Tugu Susu
Tumpah, Boyolali. Hal itu dilakukan karena adanya pembatasan kuota susu yang
masuk ke pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) dan diduga akibat adanya
kuota impor susu dari luar negeri.
Pemerintah pun akhirnya turun tangan untuk menjawab protes
susu impor. Kementerian Pertanian bahkan sampai memblokir izin susu impor. Hal
itu bertujuan agar susu produksi lokal dapat terserap IPS. Sebagai alternatif
untuk menghadirkan susu yang murah, muncul ide penggunaan susu ikan (hidrolisat
protein ikan) muncul. Inisiatif ini menghadapi tantangan karena masalah rasa,
kualitas nutrisi, dan potensi risiko kesehatan dari produk ultra-proses.
Ahli menilai ekstrak protein ikan tidak termasuk dalam
kategori susu. Berdasarkan CODEX Alimentarius yang merupakan standar, pedoman,
dan kode praktik pangan internasional, susu adalah cairan yang keluar dengan
normal dari hewan perah atau mamalia yang diperoleh dari pemerahan tanpa
penambahan ekstraksi.
Kesalahan persepsi kental manis yang masih dianggap sebagai
susu oleh sebagian masyarakat juga menjadi topik yang mencuat di tahun 2024.
Kesalahan tersebut tidak terlepas dari promosi kental manis sebagai susu yang
berlangsung selama ratusan tahun.
Guna memperbaiki kesalahan itu, pemerintah sebenarnya telah
mengeluarkan aturan. Salah satunya adalah Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021
atas perubahan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, produsen
dilarang mempromosikan kental manis sebagai susu.
Meski begitu, aturan tersebut dinilai tidak optimal untuk
mengatasi persoalan kental manis. Kementerian Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga/BKKN menyebut perlu intervensi secara holistik. Kerja sama dari semua
lembaga terkait perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. (end)