Pedasnya Harga Cabai Terus Berlanjut hingga Maret

By Andi Yazi 25 Jan 2017, 00:00:00 WIB Energi
Pedasnya Harga Cabai Terus Berlanjut hingga Maret

SURABAYA – Dua bulan lebih harga cabai di pasaran masih tinggi. Bukannya turun, malah cenderung terus naik. Saking mahalnya, muncul pameo bahwa harga cabai saat ini jauh lebih “pedas” ketimbang rasanya. Masyarakat pun harus menerima situasi ini setidaknya hingga Maret nanti.

Ketua Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia (AACI) Jatim Sukoco menuturkan, melonjaknya harga cabai di pasaran disebabkan produksi yang terjun bebas hinga Februari 2017. Semua itu akibat terjadinya anomali cuaca sangat ekstrem dalam setahun terakhir. “Sampai hari ini saja tiap hari masih hujan. Kondisi yang dialami petani cabai membuat harga mahal, bukan karena faktor distribusi atau ulah tengkulak,” tutur Sukoco tadi malam. Menurut Sukoco, kantong-kantong produksi cabai, seperti Nganjuk, Blitar, Trenggalek, maupun Banyuwangi, nyaris tak memberikan pasokan ke pasaran.

Akibat hujan yang terjadi terus menerus di sentra produksi cabai itu membuat pasokan cabai anjlok hingga lebih dari 60%. Cabai yang sudah berbuah akhirnya banyak busuk karena hujan. Sementara tunas yang mau berbuah kondisinya pun ikut layu. Sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, curah hujan masih akan tinggi hingga awal Maret. Sukoco memperkirakan pada pekan ketiga Februari nanti produksi cabai mulai bisa sedikit normal. Namun, hal ini tidak serta-merta bisa menekan harga di pasaran. “Itu pun harganya turun tapi tak drastis. Turunnya sedikit sekali. Beberapa daerah sudah ada yang memasuki masa panen. Tapi karena ini bukan panen raya, stoknya pun masih sedikit,” katanya.

Baca Lainnya :

Barulah pada April dan Mei, Sukoco memperkirakan pasokan cabai akan kembali normal. Dengan begitu, harga cabai di pasaran pun dengan sendirinya akan kembali normal. Pada April dan Mei, panen raya terjadi di berbagai daerah. “Rata-rata mereka mulai tanam sejak November 2016. Jadi panen rayanya di April dan Mei,” katanya. Hingga kemarin, pantauan harga cabai khususnya rawit di pasar-pasar tradisional di sejumlah daerah masih tinggi.

Menurut data yang dilansir sistem informasi harga bahan pokok Pemprov Jawa Timur, harga cabai keriting rata-rata di pasaran per 6 Februari 2017 mencapai Rp50.431 per kilogram (kg). Harga rata-rata cabai merah Rp37.851/kg. Sementara harga cabai rawit rata-rata Rp114.527/kg. Kendati begitu, harga cabai rawit di sejumlah daerah jauh di atas rata-rata tersebut, bahkan lebih malah ketimbang harga daging kualitas super. Kenaikan harganya berkisar Rp10.000- 20.000 dalam sepekan.

Di Kota Malang misalnya, harga cabai rawit menembus angka Rp140.000/kg. Padahal pekan lalu harganya masih berkisar Rp125.000-130.000/kg. Sementara harga daging sapi Rp100.000-300.000/kg “Rata-rata setiap harinya kenaikan harga cabai rawit mencapai Rp5.000. Pembeli menurun drastis. Kalaupun ada yang beli, maksimal hanya Rp5.000,” ujar Agus Salam, pedagang cabai rawit di Pasar Besar Malang (PBM). Di Kediri, harga cabai rawit mencapai Rp130.000/kg merata di seluruh pasar tradisional, seperti di Pasar Setonobetek, Pasar Bandar, dan Pasar Pahing.

Harga cabai keriting pun terkerek naik menjadi Rp53.000/kg dan cabai merah biasa Rp39.000/kg. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Kediri Yetti Sisworini mengatakan, tingginya harga cabai terjadi secara nasional akibat stok sedikit. Banyak petani cabai yang panen tidak maksimal karena terkendala cuaca. “Pada umumnya, petani cabai pun dengan cuaca seperti ini, hasil (panen) tidak maksimal. Dampaknya tidak bisa panen raya untuk cabai ini sehingga barang berkurang, harganya menjadi mahal,” katanya.

Melambungnya harga cabai juga terpantau di pasar tradisional Kabupaten dan Kota Madiun. “Harga cabai rawit merah masih terus naik. Sejak beberapa hari ini sudah mencapai Rp120.000 per kilogram. Melebihi harga daging sapi kualitas super di wilayah setempat yang mencapai Rp110.000 per kilogram,” ujar Suprapti, pedagang di Pasar Sambirejo, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, kemarin. Akibat tingginya harga cabai rawit tersebut mengakibatkan pedagang harus menambah jumlah modal untuk membeli cabai kepada pengepul dan petani.

Selain mahal, pedagang tidak berani kulakan banyak karena takut busuk. “Pedagang juga mengurangi kulakan karena daya beli masyarakat yang menurun akibat mahalnya harga cabai tersebut,” ujarnya. Di Pasar Besar Kota Madiun, harga cabai rawit merah di pasar tersebut juga mencapai Rp120.000 per kilogram. “Sejak sepekan terakhir harganya berkisar Rp118.000 hingga Rp120.000 per kilogram. Kondisi ini semakin menyulitkan kami menjualnya,” kata Sulastri, pedagang cabai di Pasar Besar Kota Madiun.

Di Magetan, harga cabai rawit juga naik Rp10.000/kg. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Magetan Rahmad Edy mengatakan, pekan lalu harga cabai rawit merah di Pasar Sayur Magetan masih Ro100.000 per kilogram. “Sekarang harga cabai rawit merah terus naik hingga mencapai Rp110.000 per kilogram,” ujar Edy, Senin (6/2). Menurut dia, mahalnya harga cabai tersebut dipicu selisih stok dan permintaan yang jauh. Petani cabai tidak memiliki banyak persediaan akibat gagal panen karena faktor cuaca.

Di sisi lain, kebutuhan masyarakat terhadap komoditas itu tidak pernah turun. “Sehingga pasokan tidak seimbang dengan permintaan pasar yang tinggi. Hal itu membuat harganya melambung tinggi,” katanya. Sementara harga cabai rawit di Pasar Anom Baru di Kabupaten Sumenep juga mencapai Rp130.000/kg atau naik Rp20.000 dibanding pekan lalu.

“Sementara harga cabai merah besar biasa tetap dibanding pekan lalu, yakni Rp35.000/kg,” kata Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep Sukaris di Sumenep.

(rzy)

sumber : economy.okezone.com




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment