- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Petani Tebu Nilai Bulog Tak Bisa Stabilkan Harga Gula
Jakarta-Kalangan petani tebu mengeluhkan Badan Urusan Logistik belum bisa menstabilkan harga gula. Bulog dinilai belum mampu menjadi stabilisator harga gula yang tinggi.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen menilai, Bulog gagal menstabillkan harga gula di tahun lalu. Dia menyebut harga gula mencapai Rp 14 ribu per kg. Menurutnya, saat itu padahal Bulog mengantongi izin impor 100 ribu ton white sugar dan 267 ribu ton raw sugar.
“Mestinya, dengan kegagalan tersebut pemerintah tidak lagi memberikan penugasan impor gula lagi kepada BULOG” ujar Soemitro dalam keterangannya, Selasa (7/2/2017).
Baca Lainnya :
- Ini Penampakan Mutiara RI Terbaik di Dunia0
- Menkeu: pertumbuhan kredit bantu kinerja investasi 20170
- Harga cabai rawit di Bojonegoro Rp140.000/kilogram0
- Pedasnya Harga Cabai Terus Berlanjut hingga Maret0
- Harga Cabai Rawit Merah Masih Tinggi, Ini Komentar Mentan0
Tingginya harga gula nasional dinilai akibat kurangnya stok gula nasional, sehingga perlu kebijakan impor. Tahun 2016 Kementerian BUMN menugaskan BULOG untuk mengimpor 100 ribu ton white sugar dan raw sugar 267 ribu ton. “Impor tersebut selain mengakibatkan petani tebu merugi, juga tidak berpengaruh pada stabilisasi harga gula di tingkat eceran”, ujar Soemitro.
Sementara itu, Sekjen DPN APTRI Nur Khabsin menambahkan, ketika rencana impor digulirkan tahun lalu, Kementerian BUMN menjanjikan kompensasi kepada petani berupa rendemen 8,5 persen. Janji tersebut dingkari, isapan jempol saja, sehingga petani tetap merugi. Impornya jalan terus rendemennya tetap di kisaran angka 5 persen sampai 6 persen saja.
Selain itu, Soemitro juga mengkritik Bulog terkait kebijakan pembelian pabrik gula PT Gendhis Multi Manis (PT GMM) pada September 2016. Akuisisi perusahaan gula swasta di Blora, Jawa Tengah dinilai APTRI menimbulkan tanda tanya besar, di mana pada saat ini rencana penutupan 11 Pabrik Gula BUMN tidak diambilalih Bulog, tanpa harus mengeluarkan keuangan sebagaimana yang dilakukan dengan pembelian PT GMM.
“Hasil kajian Bahana Securitas menyimpulkan bahwa perusahaan tersebut tidak efisien. Tapi anehnya Bulog tetap ngotot membelinya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini telah dilakukan Memorandum of Understanding antara produsen gula dan distributor. Dari kerja sama ini disepakati harga jual gula sebesar Rp 12.500 per kg di tingkat konsumen.
Sumber: bisnis.liputan6.com