- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Prabowo: Butuh Aksi Kolektif dari G20 untuk Turunkan Emisi Karbon
RIO DE JANEIRO - Indonesia terus menunjukkan komitmen kuat
terhadap pembangunan berkelanjutan dan transisi energi, dengan tujuan utama
mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan. Isu ini kembali
menjadi sorotan ketika Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidatonya dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Museu de Arte Moderna, Rio de Janeiro,
Brasil, pada 19 November 2024.
Dalam forum tersebut, Prabowo menekankan dampak perubahan
iklim terhadap negara-negara berkembang. Ia menegaskan bahwa Indonesia telah
mencapai 50 persen dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hingga
2022. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pencapaian ini membutuhkan dukungan
kolektif dari seluruh negara G20. “Semua usaha Indonesia tidak cukup. Kita
membutuhkan aksi kolektif dari G20,” tegas Prabowo dalam pidatonya.
Harus diakui, Indonesia terus mengejar penurunan emisi.
Menurut laporan Global Carbon Budget terbaru, Indonesia telah berhasil
menurunkan emisi karbon dari bahan bakar fosil pada 2023 menjadi 733,2 juta
ton. Angka emisi karbon ini lebih rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun
demikian, tantangan tetap ada, terutama dari sektor penggunaan lahan.
Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo menyumbang sekitar 60 persen
dari total emisi CO2 akibat perubahan penggunaan lahan.
Baca Lainnya :
- Pesan Berani untuk Para Pemimpin Dunia: Akhiri Plastik Sekarang Juga!0
- Lucu dan Gemoynya Anak Badak Jawa Menyusu ke Induknya0
- Andai Besok Kiamat, Tanam Pohon Jangan Ditunda!0
- Misteri Lubang Gravitasi Samudra Hindia, Ilmuwan Teliti Asal-Usulnya0
- Kehadiran Indonesia di KTT G20 Perkuat Komitmen Energi Hijau dan Pajak Internasional0
Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, memuji
komitmen Indonesia melalui inisiatif FOLU Net Sink 2030 yang menargetkan
penyerapan emisi karbon di sektor kehutanan dan lahan. Namun, ia juga
mengingatkan pentingnya penyelarasan kebijakan penurunan emisi dengan kebijakan
energi agar tidak kontraproduktif.
Sementara itu, Novita Indri dari Trend Asia menegaskan bahwa
Indonesia harus bekerja lebih keras untuk mencapai target Perjanjian Paris dan
menciptakan bumi yang lebih layak huni.
Tantangan Global
Secara global, emisi karbon dari bahan bakar fosil
diproyeksikan mencapai rekor tertinggi sebesar 37,4 miliar ton pada 2024,
meningkat 0,8 persen dibandingkan 2023. Artinya, dari gambaran di atas, belum
adanya tindakan signifikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi
fosil.
Dalam satu dekade terakhir, emisi karbon dari alih fungsi
lahan menunjukkan penurunan. Namun, pada 2023–2024, fenomena El Niño
menyebabkan kekeringan yang memperburuk deforestasi dan kebakaran hutan,
meningkatkan kembali emisi dari sektor ini.
Pierre Friedlingstein dari Global Systems Institute,
Universitas Exeter, menekankan bahwa waktu semakin terbatas untuk menjaga
pemanasan global tetap di bawah 2°C dari tingkat pra-industri. Untuk itu, ia
menyerukan aksi cepat dari para pemimpin dunia yang berkumpul di COP29. "Dengan
lebih dari 40 miliar ton CO2 yang dilepaskan setiap tahun, langkah tegas dan
cepat sangat dibutuhkan untuk mencapai net zero," tegas Friedlingstein.
Terlepas dari kondisi seperti dipaparkan di atas, Indonesia
sebagai salah satu negara dengan peran besar dalam mitigasi perubahan iklim
global telah menunjukkan keseriusannya. Capaian penurunan emisi karbon menjadi
sinyal positif, tetapi tantangan untuk mencapai Perjanjian Paris masih besar.
Pemerintah perlu memperkuat langkah-langkah strategis.
Pertama, meningkatkan rehabilitasi lahan. Caranya dengan mempercepat pemulihan
lahan kritis untuk menekan emisi akibat deforestasi. Kedua, memperkuat transisi
energi. Berbagai cara telah dijalankan, salah satunya dengan mulai beralih ke
energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Ketiga, melalui kolaborasi internasional. Indonesia bisa
mendorong kerja sama global, khususnya melalui forum seperti G20 dan COP. Keempat,
mendorong kebijakan inklusif: Artinya, pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan
energi dengan kebijakan lingkungan untuk memastikan hasil yang maksimal.
Komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan dan
penurunan emisi karbon adalah langkah yang sudah berada di jalur yang tepat dan
patut diapresiasi. Namun, kerja keras dan kolaborasi internasional tetap
menjadi kunci. Dengan semangat kolektif, bukan tidak mungkin Indonesia dan
dunia dapat mencapai target net zero emissions demi masa depan bumi yang lebih
baik.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Taofiq Rauf