- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
APTRI: Bulog Belum Bisa Stabilkan Harga Gula
Jakarta-Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen menilai Badan Urusan Logistik (Bulog) belum dapat melaksanakan amanat pemerintah untuk menstabilkan harga sejumlah komoditas pangan, khususnya gula.
Pada 2016, Bulog tidak mampu menstabilkan harga gula terutama saat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang lalu yang menembus harga Rp14.000 per kilogram (kg). Padahal pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 per kg. Saat ini Bulog mengantongi izin impor 100 ribu ton white sugar dan ditambah impor raw sugar 267 ribu ton.
"Mestinya, dengan kegagalan tersebut pemerintah tidak memberikan penugasan impor gula lagi kepada Bulog," ujar Soemitro, melalui keterangan resminya, di Jakarta, Rabu 8 Februari 2017.
Baca Lainnya :
- PG Candi Baru Mampu Produksi Gula 33 Ribu Ton per Tahun0
- Petani Tebu Nilai Bulog Tak Bisa Stabilkan Harga Gula0
- Ini Penampakan Mutiara RI Terbaik di Dunia0
- Menkeu: pertumbuhan kredit bantu kinerja investasi 20170
- Harga cabai rawit di Bojonegoro Rp140.000/kilogram0
Sekjen DPN APTRI Nur Khabsin menambahkan, ketika rencana impor digulirkan tahun lalu, Kementerian BUMN menjanjikan kompensasi kepada petani berupa rendemen 8,5 persen. Janji tersebut dinilai hanya isapan jempol belaka, sehingga petani tetap merugi. Impornya jalan terus rendemennya tetap di kisaran angka lima persen sampai dengan enam persen saja.
Menurut keterangan resmi pemerintah, tingginya harga gula nasional akibat kurangnya stok gula nasional. Karena itu perlu kebijakan impor. Di 2016, Kementerian BUMN menugaskan Bulog untuk mengimpor 100 ribu ton white sugar dan raw sugar 267 ribu ton.
"Impor tersebut selain mengakibatkan petani tebu merugi, juga tidak berpengaruh pada stabilisasi harga gula di tingkat eceran. Anehnya lagi, sebagian gula impor tersebut saat masih berada di gudang," kata Soemitro.
Selain itu, DPN APTRI juga mengingatkan penegak hukum, baik Polri maupun KPK untuk segera mengusut adanya dugaan fee Rp1.000 dari setiap kg raw sugar impor yang diberikan kepada pihak tertentu.
Selain itu, urgensi pemerintah untuk mengevaluasi Bulog juga terkait kebijakan pembelian pabrik gula PT Gendhis Multi Manis (PT GMM) oleh Perum Bulog pada September 2016.
Akuisisi perusahaan gula swasta di Blora, Jawa Tengah dinilai APTRI menimbulkan tanda tanya besar, di mana pada saat ini rencana penutupan 11 Pabrik Gula BUMN (sembilan di antaranya ada di Jawa Timur) sudah didepan mata, justru Bulog tidak mengambil alih Pabrik Gula tersebut, tanpa harus mengeluarkan keuangan sebagaimana yang dilakukan dengan pembelian PT GMM.
Sumber: ekonomi.metrotvnews.com