- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Memperkuat Perjanjian Plastik Global dengan Pengurangan Produksi Plastik dan Solusi Guna Ulang
JAKARTA - Perundingan perjanjian plastik global atau
Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5) akan berlangsung di Busan,
Korea Selatan pada akhir bulan ini. Perundingan global ini diharapkan menjadi
pertemuan pamungkas bagi negara-negara di dunia untuk menyepakati target
pengurangan produksi plastik secara global.
Seperti kita ketahui pencemaran plastik mengancam potensi
ekonomi laut yang sangat besar, yang diproyeksikan mencapai PDB sebesar US$3
triliun pada tahun 2030, atau sekitar 5% dari PDB global.
Di kawasan Asia Pasifik, sektor kelautan memiliki peran
penting dalam perekonomian, berkontribusi besar terhadap akuakultur, perikanan,
dan perdagangan global. Namun, kawasan ini juga mengalami kerugian ekonomi yang
sangat besar akibat polusi plastik, diperkirakan mencapai US$19 miliar di 87
negara pesisir.
Baca Lainnya :
- Jejak Cakar Singa Raksasa Sigiriya, Situs Arkeologi Paling Penting di Sri Lanka0
- Emisi Karbon Global Tembus Rekor Tertinggi, Tahun 2024 Capai 37,4 Miliar Ton Karbon Dioksida0
- Satu-Satunya Tempat Terakhir di Alam Liar, Di mana Gajah, Harimau, Badak dan Orangutan Hidup Bersama0
- Petani Probolinggo Terapkan Budidaya Ramah Lingkungan0
- Tinggalkan Plastik, Supermarket di Thailand Gunakan Daun Pisang Sebagai Kemasan0
Ancaman ekonomi ini juga merusak aspirasi inisiatif seperti
ASEAN Vision 2045, yang bertujuan untuk pertumbuhan hijau, aksi iklim,
urbanisasi berkelanjutan, dan solusi berbasis alam. Perdagangan limbah plastik
global sering kali dipromosikan secara keliru sebagai peluang ekonomi,
sementara negara berkembang menanggung beban limbah plastik yang berdampak
serius terhadap lingkungan dan kesehatan.
Perjanjian plastik global atau yang biasa disebut Global
Plastic Treaty tersebut harus memuat target mengurangi produksi polimer plastik
primer (PPP). Hal ini harus disertai dengan mekanisme finansial yang kuat yang
menyediakan anggaran baru, mengalokasikan sumber daya sesuai dengan hirarki
pengelolaan sampah, dan membuat para pencemar membayar biayanya, misal melalui
mekanisme EPR.
Target global adalah untuk mengurangi produksi plastik,
yaitu dengan mengadvokasi pengurangan sebesar 40% pada tahun 2040, atau
setidaknya target yang selaras dengan 1,5 derajat. Selain membuat target global
untuk penurunan produksi plastik, dan membuat pencemar menanggung biayanya,
perundingan global harus berfokus untuk mendorong solusi sistem penggunaan
kembali dan pengisian ulang.
Menurut Plastic Investment Tracker terbaru, lebih dari 82%
dari seluruh investasi swasta dalam sirkularitas plastik secara global
disalurkan ke solusi hilir, setara dengan sekitar US$ 155 miliar. Sementara
solusi seperti isi ulang dan penggunaan kembali, yang dirancang untuk
mengurangi konsumsi plastik, hanya mempunyai alokasi sebesar US$ 8 miliar atau
sekitar 4%.
“AZWI mendukung Perjanjian Plastik Global yang bertujuan
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan melalui pengurangan ekstraksi bahan
baku fosil, produksi plastik bermasalah, serta peningkatan solusi berbasis guna
ulang dan daur ulang yang aman,” tegas Rahyang Nusantara, Co-coordinator
Aliansi Zero Waste Indonesia.
“Untuk mencapai pengelolaan sampah berkelanjutan, AZWI
mendorong pembatasan penggunaan plastik sekali pakai dan produk bermasalah,
sambil mempercepat adopsi ekosistem guna ulang sebagai solusi utama. Sebagai
bagian dari komitmen global terhadap lingkungan, AZWI menyerukan transparansi
penggunaan bahan kimia berbahaya dalam plastik, mendukung transisi industri
yang berkeadilan, serta mengadvokasi penghentian impor sampah plastik demi
memperkuat pengelolaan sampah domestik”.
“Kebijakan adalah hal paling penting yang perlu kita buat
karena ketika [reuse dan refill] tidak berada pada tingkat yang setara – dari
segi standar, prioritas, dan komersialisasi – sulit bagi para pemangku
kepentingan untuk memberikan prioritas yang berarti bahwa saat ini penggunaan
sekali pakai tidak memperhitungkan eksternalitasnya – terlihat sangat murah,
padahal sebenarnya tidak demikian,” jelas Darina, perwakilan Enviu Indonesia.
“Saat ini inovasi sudah banyak bermunculan, partisipasi
konsumen dan komunitas juga tinggi. Mari kita ambil momentum ini, karena
Indonesia – sudah butuh beyond awareness – kita butuh solusi pada skala besar
untuk pengurangan plastik menjadi terjangkau dan dampaknya jadi signifikan
dimana regulasilah yang mempunyai kekuatan itu.”
Rayhan Dudayev, Campaign Strategist Greenpeace Asia
Tenggara. Mengatakan, Greenpeace menekankan pentingnya Perjanjian Plastik
Global untuk mengatasi krisis plastik dari hulu ke hilir. “Kami mendorong empat
aspek utama: penetapan target global untuk pengurangan produksi plastik dan
menghentikan ekspansi petrochemical, target guna ulang (reuse), pelarangan
plastik bermasalah dan sekali guna, dan penerapan prinsip polluters pay dalam
pendanaan,” kata dia.
“Indonesia memiliki peran penting sebagai middle power
(anggota G20 dan MIKTA), dengan posisi strategis untuk mendinamisir diplomasi
plastik di ASEAN. Dalam konteks ini, Filipina memimpin dorongan untuk target
global, sementara Thailand mendukung kebijakan berbasis solusi hulu. Kami
berharap Indonesia lebih proaktif melindungi publik dengan mendorong empat hal
krusial di atas di dalam Perjanjian Global Plastik,” terang Rayhan Dudayev.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan telah mengeluarkan peta jalan pengurangan sampah 2020-2029. Produsen
perlu menyusun, mengumpulkan, dan melaksanakan peta jalan untuk mencapai target
pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30% dibandingkan dengan jumlah
timbulan sampah di tahun 2029. Jika Indonesia mengadopsi Global Plastics
Treaty, maka perlu kebijakan yang lebih ambisius dan mengikat untuk
berkontribusi pada target pengurangan produksi plastik secara global.