- Swasembada Pangan Optimistis Cepat Terwujud dengan Kolaborasi NFA dan Kementrans
- Konsisten Meliput Sampah Demi Edukasi dan Solusi
- BBM Aman, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan Satgas Nataru Pertamina
- Dorong Energi Terbarukan, Pertamina Tampung Minyak Jelantah di Wilayah Jabodetabek dan Bandung
- Tangkap Pelaku Penganiayaan Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup di Teluk Bintuni, Papua Barat
- Mentan Amran dan Panglima TNI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Swasembada Pangan
- Gateway of Java, Menjelajah Indahnya Panorama Yogyakarta
- Resmi Dilantik, DPC HIPPI Jakarta Timur Siap Berkolaborasi dengan Berbagai Pihak
- Ketum Pandutani: Pemaafan Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi Efektif Memulihkan Keuangan Negara
- Kemenekraf Dorong Penguatan Ekonomi Perempuan Melalui \'Emak-Emak Matic\'
Posisi Tawar Petani Masih Lemah
BANDUNG – Harga gabah dan beras cenderung memiliki tren penurunan sesuai dengan historisnya. Di saat memasuki musim panen, petani selalu dihadapkan pada penurunan harga gabah.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai penurunan harga gabah di tingkat petani dipengaruhi posisi tawar atau bargaining position petani lemah. Menurut dia, kondisi itu disebabkan kemampuan petani ke akses pembiayan terbatas sehingga membuat mereka menjual hasil panen secara ijon atau belum layak panen.
Informasi tak sempurna atau imperfect information dari pemerintah juga turut mempengaruhi kondisi penurunan harga beras. Enny menilai harga referensi seperti harga patokan petani (HPP) tak sampai ke petani.
Baca Lainnya :
- Mendes Minta Bupati Segera Tentukan Produk Unggulan di Desa0
- KLHK Bakal Izinkan Gambut Fungsi Lindung Dibisniskan0
- Investasi Pasca panen, Pengusaha Penggilingan Padi Minta Kemudahan Kredit Bank0
- Harga Gabah Petani Turun Akibat Curah Hujan Tinggi0
- Kodim-Bulog Sosialisasi Program Penyerapan Gabah0
“Padahal, HPP tiap tahun naik. Namun, kenaikan tersebut justru menguntungkan pedagang,” ujarnya kepada Koran Jakarta, Kamis (2/3).
Tak hanya itu, tren penurunan harga gabah petani saat panen dipengaruhi rusaknya tata niaga komoditas pertanian. Enny menengarai ada pihak yang memanfaatkan lemahnya posisi tawar petani dan mereka mendominasi penguasaan pasokan sehingga menjadi penentu harga atau price maker.
“Pemetaan permasalahan tersebut telah berlagsung berpuluh- puluh tahun. Sayangnya, permasalahan tersebut belum dapat diselesaiakan secara fundamental,” tegas Enny.
Persoalan di Hulu
Untuk itu, pemerintah dinilai menyelesaikan persoalan di masing-masing lini. Di tingkat hulu, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan subsidi atau insentif terhadap petani tepat sasaran atau tidak.
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu menjamin akses pembiayaan dan informasi benar-benar sampai ke petani. Pembangunan lembaga berkenaan dengan akses informasi selama ini dianggap belum tepat sasaran.
“Balai penyuluh tidak bekerja untuk petani tetapi untuk penyalur obat-obatan (pertanian) dan pupuk,” ungkap Enny. “Pembangunan lembaga selama ini hanya formalitas sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah di hulu,” imbuhnya.
Seperti diketahui, penurunan harga gabah saat musim panen kini juga dialami petani di Jawa Barat (Jabar). Pada musim panen saat ini, petani kembali dihadapkan pada persoalan klasik, yakni harga gabah turun. Bahkan, akibat penurunan tersebut, harga jual gabah selalu lebih rendah dibandingkan biaya produksinya.
Data Badan Pusar Statistik (BPS) Jabar menunjukkan sepanjang Februari lalu, harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani turun sekitar 4, 36 persen. Harga GKP di tingkat petani mencapai 4.238 rupiah per kilogram (kg), sementara pada Januari harga gabah mencapai 4.432 rupiah per kilogram.
“Februari ini gabah tercatat turun, meski ada beras yang naik. Tapi, Maret kemungkinan akan turun lagi karena panen raya. April mendekati lebaran akan kembali naik,” ujar Kepala Bidang Statistik BPS Jabar Dudung Supriyadi, Rabu (1/03).
Nilai Tukar Petani (NT P) Jabar pada Februari juga turun. Tercatat NTP Jabar sebesar102,53 atau turun sebesar 0,70 persen. Penurunan NTP tersebut disebabkan oleh penurunan Indeks Harga Diterima Petani (IT ) sebesar 0,12persen sementara Indeks Harga Dibayar Petani (IB) naik sebesar 0,58 persen.
sumber : koran-jakarta.com